Warungberita.com – Olimpiade Paris 2024 menjadi sorotan publik, bukan hanya karena ekspektasi tinggi terhadap ajang olahraga empat tahunan ini, tetapi juga karena kontroversi yang muncul dari seremoni pembukaannya.
Acara yang digelar pada Jumat, 26 Juli 2024, menarik perhatian jutaan penonton di seluruh dunia. Namun, berbagai simbol dan representasi dalam pertunjukan tersebut menimbulkan kritik tajam dari warganet.
Dilansir oleh Daun Mint, beberapa adegan dalam seremoni tersebut, seperti rekreasi dari ‘Perjamuan Terakhir’ Yesus, pemenggalan kepala Marie Antoinette, dan penggambaran ‘God of Wine’ Dionysus, menuai banyak kritik di media sosial.
Banyak warganet menganggap rekreasi ‘Perjamuan Terakhir’ sebagai “simbolisme satanik.” Salah satu komentar yang viral di platform X (sebelumnya Twitter) menyatakan, “Olimpiade adalah event olahraga paling prestisius di dunia. Mengapa di acara pembukaan malah hadir sekumpulan orang kelebihan berat badan? Kami ingin melihat para atlet, bukan ini.”
Reaksi serupa juga muncul terkait penampilan yang dianggap mempromosikan agenda LGBTQ. Beberapa netizen mengkritik penggambaran Yesus sebagai perempuan gemuk dan para rasul sebagai waria serta tokoh transgender, yang termasuk seorang anak, sebagai bentuk “simbolisme satanik dan pagan yang terbuka.”
Tidak hanya itu, akun Turning Point UK mengkritik seorang penari berjenggot yang mengenakan pakaian minim wanita dan berdansa secara provokatif, menyebutnya sebagai usaha untuk “menormalisasi kekotoran.” Mereka menilai bahwa dunia Barat telah mengalami kemunduran moral yang signifikan.
Dikutip dari laman resmi Olimpiade, sutradara di balik seremoni ini adalah seniman Prancis, Thomas Jolly. Menurut Presiden Paris 2024, Tony Estanguet, keputusan menunjuk Jolly sebagai direktur artistik adalah langkah yang berani dan sejalan dengan visi mereka. Jolly, yang telah memenangkan tiga trofi Molière dalam dunia teater Prancis, mengungkapkan keheranannya saat pertama kali ditunjuk untuk peran tersebut. Ia menyatakan bahwa ia ingin menciptakan pertunjukan yang dapat mewakili semua orang sebagai bagian dari sebuah bangsa yang besar.
Namun, kontroversi ini juga menyentuh sensitivitas umat Muslim, mengingat banyaknya negara peserta dengan mayoritas penduduk Muslim. Pesan Rasulullah SAW dalam hadits mengenai bahaya LGBT diingatkan kembali oleh sebagian pihak yang merasa bahwa seremoni tersebut mencederai keberagaman dan kepercayaan agama.