Warungberita.com – Suasana rapat bersama Komisi IX DPR RI mendadak hangat ketika dr. Tan Shot Yen menyampaikan kritik pedas terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Dalam forum yang digelar Senin (22/09/2025) siang itu, dokter sekaligus pakar gizi masyarakat ini mempertanyakan logika menu yang ditawarkan pemerintah. Alih-alih menampilkan pangan lokal, anak-anak justru disuguhi burger, spageti, hingga roti yang berbahan dasar tepung terigu—bahan pangan yang bahkan tidak ditanam di Indonesia.
Dengan nada tegas, Tan menyebut penyajian makanan olahan seperti spageti atau burger dalam program bergizi tidak hanya menyalahi tujuan, tetapi juga berpotensi membiasakan anak-anak pada pola konsumsi ultra-proses.
Kritik tersebut memantik perdebatan di ruang rapat. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) sempat berdalih bahwa variasi menu itu hadir karena permintaan anak-anak agar tidak bosan, namun sejumlah legislator justru mendukung pandangan Tan agar MBG tidak lagi mengandalkan pangan beku atau makanan cepat saji.
Profil Tan Shot Yen
Kritik keras itu bukan yang pertama kali dilontarkan Tan. Ia memang dikenal sebagai figur publik yang konsisten mengedepankan pangan lokal dan gizi seimbang.
Kiprahnya di dunia kesehatan masyarakat sudah berlangsung puluhan tahun. Lahir pada 17 September 1964 di Beijing, Tan menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Tarumanegara pada 1983–1990, kemudian melanjutkan program profesi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ia juga pernah mengikuti pendidikan lanjutan di Perth, Australia, serta program penyakit menular dan HIV-AIDS di Thailand.
Tak berhenti di ilmu medis, Tan memperluas wawasannya lewat studi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Perspektif lintas disiplin inilah yang membuatnya dikenal bukan hanya sebagai dokter, tetapi juga pemikir publik yang lantang menyuarakan isu pangan, gizi, dan ketahanan nasional.
Di mata banyak orang, ia bukan sekadar dokter, melainkan edukator kesehatan yang memadukan ilmu kedokteran dengan pendekatan kemanusiaan dan filsafat.
Sebagai praktisi, Tan aktif menulis, berbicara di forum publik, serta mengisi berbagai program media yang membahas isu gizi. Ia kerap mengingatkan masyarakat tentang bahaya pola makan instan, pentingnya konsumsi pangan asli Indonesia, hingga risiko penyakit degeneratif akibat gaya hidup modern.
Kritiknya terhadap MBG sejalan dengan gagasan lama yang ia suarakan: program negara harus berbasis pangan lokal, bukan sekadar menuruti tren makanan global.
Sosoknya yang kritis kerap menimbulkan kontroversi, tetapi juga membuka ruang diskusi yang lebih sehat tentang arah kebijakan gizi nasional. Banyak kalangan akademisi dan legislator menyebut kehadiran Tan sebagai “alarm” yang menyadarkan publik bahwa gizi tidak bisa dipisahkan dari politik pangan.
Kini, setelah kritik tajamnya menggema di Gedung DPR, publik makin mengenal siapa sebenarnya dr. Tan Shot Yen. Ia bukan hanya seorang dokter, melainkan seorang intelektual publik yang gigih memperjuangkan paradigma gizi berbasis pangan lokal. Kritiknya terhadap menu burger dan spageti di MBG hanyalah satu contoh konsistensinya membela kepentingan gizi anak bangsa.