Warungberita.com – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, berhasil terhindar dari upaya pemakzulan yang diajukan oleh oposisi dalam pemungutan suara di Majelis Nasional pada Sabtu (7/12).
Keputusan ini menjadi perhatian dunia, terutama karena dinamika politik yang kompleks di baliknya. Dukungan dari anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang memboikot sidang, menjadi kunci keberhasilan Yoon untuk mempertahankan posisinya.
Pemungutan Suara Gagal Capai Ambang Batas
Dalam pemungutan suara yang diadakan terkait deklarasi darurat militer Yoon, hanya 195 suara yang berhasil dikumpulkan. Angka ini masih di bawah ambang batas 200 suara yang diperlukan untuk meloloskan mosi pemakzulan.
Ketua DPR, Woo Won-shik, mengungkapkan kekecewaannya atas minimnya partisipasi anggota parlemen dalam proses tersebut.
“Seluruh negeri menyaksikan keputusan yang diambil di Majelis Nasional hari ini. Dunia juga melihatnya,” ujarnya.
Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, berjanji akan terus memperjuangkan mosi ini. Namun, PPP menegaskan komitmennya untuk mencari solusi yang lebih tertib dalam menangani krisis politik yang sedang berlangsung.
Deklarasi Darurat Militer yang Memicu Kontroversi
Krisis politik ini dipicu oleh langkah mengejutkan Yoon pada Selasa malam, ketika ia mengumumkan deklarasi darurat militer.
Langkah ini memberikan wewenang luas kepada militer untuk menangani apa yang ia sebut sebagai “kekuatan anti-negara”.
Keputusan tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak dan dibatalkan enam jam kemudian setelah parlemen dengan suara bulat menentang penggunaan militer dan polisi.
Meski perintah itu telah dicabut, dampaknya tetap signifikan. Krisis ini dianggap sebagai yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir bagi Korea Selatan, mengancam reputasi negara tersebut sebagai salah satu demokrasi yang paling stabil di Asia.
Partai Kekuatan Rakyat: Belajar dari Sejarah
Anggota PPP menyatakan keprihatinannya terhadap potensi dampak pemakzulan terhadap stabilitas negara.
“Kita tidak bisa membiarkan tragedi kelumpuhan negara dan penangguhan pemerintahan konstitusional akibat pemakzulan presiden terulang,” tegas juru bicara PPP, Shin Dong-uk.
“Ia merujuk pada pengalaman pahit pemakzulan Presiden Park Geun-hye pada 2016, yang menyebabkan kehancuran partai dan kemenangan oposisi liberal.
Dalam pemungutan suara ini, hanya tiga anggota PPP yang berpartisipasi. Sisanya memilih walk out sebagai bentuk protes, meskipun mereka harus menghadapi teriakan dan makian dari pihak oposisi.
Yoon Suk Yeol Siap Hadapi Tanggung Jawab
Pada Sabtu pagi, Yoon Suk Yeol meminta maaf kepada rakyat Korea Selatan atas langkah kontroversial tersebut.
Namun, ia menolak untuk mundur dari jabatannya. Dalam pidatonya, Presiden yang mulai menjabat pada 2022 ini, menyatakan bahwa dirinya akan bertanggung jawab atas segala dampak politik maupun hukum dari keputusan darurat militer pertama di Korea Selatan dalam 44 tahun terakhir.
“Keputusan ini diambil dalam kondisi putus asa,” paparnya.
Yoon juga menyerahkan nasibnya kepada PPP. “Saya akan menyerahkan masa depan saya kepada partai,” ucapnya.
Menanggapi pernyataan ini, pemimpin PPP, Han Dong-hoon, mengatakan bahwa partainya akan berupaya memastikan transisi yang tertib jika Yoon mengundurkan diri. Namun, oposisi menolak gagasan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan ilegal.
Oposisi Tetap Teguh pada Pemakzulan
Partai Demokrat menegaskan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya jalan yang sah untuk mencopot Yoon dari jabatannya. “
Baik rakyat, hukum, maupun siapa pun tidak memberi Han kekuasaan untuk mencopot Yoon dari jabatannya,” bunyi pernyataan resmi partai tersebut.
Oposisi merencanakan untuk meninjau kembali mosi pemakzulan pada Rabu mendatang jika upaya ini kembali gagal.
Dengan krisis politik yang masih memanas, nasib kepemimpinan Yoon Suk Yeol tampaknya akan terus menjadi sorotan dunia internasional.
Dampak Jangka Panjang
Krisis politik yang terjadi di Korea Selatan ini berpotensi memberikan dampak besar bagi stabilitas negara, baik secara internal maupun di mata internasional.
Sebagai sekutu utama Amerika Serikat dan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia, Korea Selatan menghadapi tantangan besar untuk memulihkan kepercayaan publik dan reputasi sebagai model demokrasi yang sukses.
Baca Juga: Gus Miftah Mundur sebagai Utusan Khusus Presiden, Desakan Petisi Online Jadi Penyebabnya?