Data yang akan dipertimbangkan berasal dari laporan perkembangan inflasi serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Airlangga menekankan bahwa pemerintah tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 yang merupakan revisi atas PP 36/2021 mengenai pengupahan.
“Bagaimana dari sisi regulasi, tata kelolanya tetap bisa kita comply, tapi di sisi lain, kebutuhan riil yang dibutuhkan atau naik berapa itu bisa kita potret,” paparnya lagi.
Dalam peraturan tersebut, inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta indeks tertentu menjadi tiga faktor utama yang digunakan untuk menentukan kenaikan upah minimum.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, juga menegaskan pentingnya persiapan yang matang dalam proses penetapan upah minimum.
Pemerintah berkomitmen untuk meminimalisir potensi gejolak sosial dan ekonomi pasca keputusan upah minimum ditetapkan. Langkah ini dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan kondisi ekonomi yang ada.
Susiwijono menjelaskan bahwa meskipun regulasi dan tata kelola pengupahan tetap diikuti, pemerintah berupaya memotret kebutuhan riil para pekerja, termasuk besaran kenaikan yang ideal.
Pada tahap selanjutnya, Menteri Ketenagakerjaan akan mengajukan perhitungan resmi berdasarkan PP 51/2023 kepada para gubernur, dan besaran kenaikan upah akan diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah.
Lebih lanjut, Susiwijono menekankan bahwa diskusi terkait kenaikan upah minimum akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengusaha dan kelas menengah. Hal ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Airlangga yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Ketenagakerjaan, telah berkoordinasi dengan pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan untuk mendalami isu ketenagakerjaan setelah ditunjuk menggantikan Ida Fauziyah yang kini menjabat sebagai anggota DPR.
Baca Juga: Kapolda Jateng Perkuat Kerja Sama dengan Ulama untuk Pilkada Aman 2024